Mengakhiri Tahun 2022, LSM The Sultan Center kolaborasi dengan ALINE Institute gelar Diskusi AKhir Tahun Menyoal Kemiskinan
Pendahuluan
Bank Dunia memperkirakan jumlah orang miskin Indonesia naik menjadi 67 juta orang dengan model perhitungan baru yang mulai berlaku musim gugur tahun ini. Pemantauan kemiskinan versi Bank Dunia kini menggunakan paritas daya beli (PPP) 2017, dari sebelumnya PPP 2011. Bank Dunia memiliki tiga versi garis kemiskinan berdasarkan tingkatkan kategori negara, yakni garis kemiskinan ekstrim yang merupakan median dari garis kemiskinan di negara-negara berpendapatan rendah, garis kemiskinan kelompok pendapatan menengah bawah, dan garis kelompok menengah atas.[1]
Garis kemiskinan ekstrim naik dari US$ 1,9 berdasarkan PPP 2011 menjadi US$ 2,15 per orang per hari berdasarkan PPP 2017. Garis kemiskinan pendapatan menengah-bawah naik dari US$ 3,2 menjadi US$ 3,65, sedangkan garis kemiskinan pendapatan menengah atas naik dari US$ 5,5 menjadi US$ 6,85.
Bank Dunia menyebut Cina dan Indonesia menjadi dua negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang paling signifikan berdampak pada perubahan model perhitungan PPP 2017. Jika menggunakan perubahan garis kemiskinan ekstrim, jumlah orang miskin kedua Indonesia dan Cina relatif terbatas karena angka kemiskinan ekstrim di kedua wilayah ini sebenarnya sudah sangat rendah.
Sumber: katadata.co.id (2022)
Jika menggunakan level garis kemiskinan kelompok menengah bawah, jumlah orang miskin di Cina bertambah 18 juta menjadi 42 juta, sedangkan orang miskin di Indonesia bertambah 13 juta orang menjadi 67 juta orang. Sementara jika menggunakan garis kemiskinan kelompok menengah atas jumlah orang miskin Cina bertambah 115 juta orang menjadi 348 juta orang, sedangkan Indonesia bertambah 27 juta orang menjadi 168 juta orang.
Dalam catatan tersebut, Bank Dunia menyebut perubahan dari PPP 2011 menjadi PPP 2017 didorong beberapa faktor. “Faktor yang paling penting adalah perubahan tingkat harga di negara Asia Timur dan Pasifik (EAP) reaktif terhadap AS. Harga yang relatif tinggi menyiratkan penurunan daya beli sehingga menghasilkan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi,” kata Bank Dunia dalam laporannya dikutip Jumat (30/9).
Secara keseluruhan, kenaikan pada garis kemiskinan tersebut mendorong jumlah orang miskin Asia Timur dan Pasifik meningkat 33 juta jika menggunakan batas kemiskinan versi kelompok menengah bawah. Sementara jika menggunakan level garis kemiskinan mengikuti kelompok menengah atas, jumlah orang miskin baru di kawasan naik 174 juta orang.
“Perubahan ini didorong oleh peningkatan kemiskinan di dua negara terpadat di kawasan ini, Cina dan Indonesia. Kedua negara ini bersama-sama menyumbang lebih dari 85% peningkatan daerah dalam jumlah penduduk miskin,” kata Bank Dunia.
Kemiskinan di Banten?
Berdasarkan Berita Resmi Statistik (BRS) Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten Nomor : 35/07/36/Th. XVI, 15 Juli 2022, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 814,02 ribu orang. Turun 38,26 ribu orang terhadap September 2021 dan menurun 53,21 ribu orang terhadap Maret 2021. Persentase penduduk miskin di Provinsi Banten pada Maret 2022 sebesar 6,16 persen. Turun 0,34 poin persen poin terhadap September 2021 dan juga menurun 0,50 persen poin terhadap Maret 2021.
Berdasarkan daerah tinggal, di perkotaan persentase penduduk miskin pada September 2021 sebesar 6,04 persen. Turun menjadi 5,73 persen pada Maret 2022. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2021 sebesar 7,72 persen, turun menjadi 7,46 persen pada Maret 2022.
Dibanding September 2021, jumlah penduduk miskin Maret 2022 perkotaan turun sebanyak 10,13 ribu orang (dari 576,62 ribu orang pada September 2021 menjadi 566,49 ribu orang pada Maret 2022). Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan turun sebanyak 28,12 ribu orang (dari 275,66 ribu orang pada September 2021 menjadi 247,54 ribu orang pada Maret 2022).
Dalam surveinya, BPS menetapkan Garis Kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp570.368,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp412.182,- (72,27 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp158.185,- (27,73 persen). Pada Maret 2022, secara rata-rata rumah tangga miskin di Provinsi Banten memiliki 4,86 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp2.711.988,-/rumah tangga miskin/bulan.
Secara umum, pada periode 2012–2022 tingkat kemiskinan di Provinsi Banten cenderung fluktuatif baik dari sisi jumlah maupun persentase. Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode September 2013, Maret 2015, September 2017, dan September 2018 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak. Sedangkan pada periode September 2020 sampai dengan Maret 2021 kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin disebabkan oleh munculnya pandemi Covid-19.
Garis Kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan non makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan pada Maret 2022 adalah sebesar Rp570.368,- per kapita per bulan. Dibandingkan September 2021, Garis Kemiskinan naik sebesar 4,18 persen. Sementara jika dibandingkan Maret 2021, terjadi kenaikan sebesar 7,54 persen.
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2022 sebesar 72,27 persen. Pada Maret 2022, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK, baik di perkotaan maupun di perdesaan, pada umumnya hampir sama.
Rokok kretek filter masih memberi sumbangan terbesar yakni sebesar 17,31 persen di perkotaan dan 19,65 persen di perdesaan. Beras memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK (15,99 persen di perkotaan dan 18,96 persen di perdesaan).
Komoditi lainnya adalah daging ayam ras (4,65 persen di perkotaan dan 3,28 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,62 persen di perkotaan dan 2,94 persen di perdesaan), mie instan (2,68 persen di perkotaan dan 2,37 di perdesaan), roti (1,88 persen di perkotaan dan 2,58 di perdesaan), kopi bubuk & kopi instan (sachet) (2,25 persen di perkotaan dan 2,28 persen di perdesaan), dan seterusnya. Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar baik pada GK perkotaan dan perdesaan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Pada periode September 2021-Maret 2022, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2022 sebesar 1,025, turun dibandingkan September 2021 yang sebesar 1,197. Demikian juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan, pada periode yang sama mengalami penurunan dari 0,343 menjadi 0,270.
Apabila dibandingkan berdasarkan daerah, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan. Pada Maret 2022, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 0,960, sedangkan di perdesaan lebih tinggi, yaitu mencapai 1,218. Demikian pula untuk nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perkotaan adalah sebesar 0,252, sedangkan di perdesaan lebih tinggi, yaitu mencapai 0,322.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan selama periode September 2021–Maret 2022 antara lain : pertama, pandemi Covid-19 yang berkelanjutan berdampak pada perubahan perilaku serta aktivitas ekonomi penduduk sehingga mempengaruhi angka kemiskinan. Kedua, laju pertumbuhan ekonomi Triwulan I 2022 sebesar 4,97 persen (y-on-y), lebih baik dibanding laju pertumbuhan ekonomi Triwulan III 2021 yang tumbuh sebesar 4,51 persen. Ketiga, pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2022 tumbuh sebesar 2,92 persen (y-on-y), meningkat dibandingkan triwulan III 2021 yang tumbuh sebesar 2,62 persen. Keempat, Nilai Tukar Petani (NTP) Maret 2022 sebesar 99,03 meningkat dibanding September 2021 sebesar 97,71. Kelima, pada Februari 2022, persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 8,53 persen. Terjadi penurunan sebesar 0,48 persen poin dibandingkan Agustus 2021 yang sebesar 8,98 persen, dan angka ini juga menurun jika dibandingkan Februari 2021 yang sebesar 9,01 persen.
Kemiskinan di Banten versi Bank Indonesia[2]
Perekonomian Provinsi Banten melanjutkan pertumbuhan positif pada triwulan II 2022 yaitu sebesar 5,70% (yoy) atau sebesar 0,95% (qtq). Sinyal perbaikan ekonomi terindikasi dari berbagai sektor utama penopang perekonomian Banten. Dari sisi permintaan, keyakinan masyarakat akan kondisi perekonomian dan mobilitas yang semakin kuat menjadi key driven berlanjutnya pertumbuhan ekonomi di awal tahun 2022. Dibandingkan regional Jawa maupun Nasional, pertumbuhan ekonomi Banten triwulan II 2022 memang tercatat lebih tinggi. Adapun perekonomian di regional Jawa maupun nasional masing-masing tumbuh sebesar 5,66% (yoy) dan 5,44% (yoy).
Secara umum, nominal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk wilayah Banten mengalami peningkatan di tahun 2022. Pendapatan mengalami peningkatan sementara dari sisi Belanja mengalami penurunan. Pada APBD Pemprov Banten, dominasi PAD dalam komponen pendapatan mencapai 73,2% yang didominasi oleh PKB dan BBNKB dengan realisasi mencapai 57,7%. Persentase realisasi belanja Pemprov Banten juga meningkat menjadi 47,1%. Di sisi lain, persentase realisasi APBN triwulan II 2022 di Provinsi Banten terpantau meningkat menjadi 38,8% dibandingkan 38,5% pada triwulan II 2021. Realisasi didorong pada jenis belanja DAK dan belanja pegawai.
Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Banten pada triwulan II 2022 tercatat sebesar 4,62% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,00% (yoy). Laju inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan historis 3 tahun terakhir yaitu sebesar 2,10% (yoy) serta realisasi inflasi Nasional dan regional Jawa yang masing-masing tercatat sebesar 4,35% (yoy) dan 3,93% (yoy). Secara spasial, inflasi Provinsi Banten pada triwulan II 2022 terjadi pada seluruh kota sampel IHK di Provinsi Banten. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Serang sebesar 5,85% (yoy) diikuti oleh Kota Cilegon sebesar 5,10% (yoy) dan Kota Tangerang sebesar 4,31% (yoy).
Intermediasi perbankan di Provinsi Banten tetap baik dan mendukung pemulihan ekonomi dengan stabilitas keuangan yang terjaga. Penyaluran kredit, asset, dan DPK tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Dari sisi Penyaluran Kredit/pembiayaan, berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Banten pada triwulan II 2022 tercatat tercatat Rp402,62 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 15,74% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 12,43% (yoy). Secara nominal, DPK yang dihimpun oleh perbankan di Provinsi Banten sampai dengan triwulan II 2022 sebesar Rp251,54 triliun atau tumbuh sebesar 10,34% (yoy), stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,51% (yoy) atau sebesar Rp245,93 triliun. Aset perbankan di Provinsi Banten pada triwulan II 2022 tercatat sebesar Rp 283,74 triliun atau tumbuh sebesar 10,49% (yoy). Capaian ini meningkat dibandingkan triwulan I 2022 yang tumbuh sebesar 9,53% (yoy).
Membaiknya perekonomian Provinsi Banten pada triwulan II 2022 serta masih berlangsungnya pandemi menjadi semakin meningkatkan preferensi masyarakat dalam bertransaksi secara nontunai. Secara nominal, transaksi melalui RTGS mencapai nilai Rp268,58 triliun, tumbuh sebesar 4,19% (yoy). Sementara total perputaran uang melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten tercatat mengalami net outflow sebesar Rp2,17 triliun meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat net outflow sebesar Rp1,46 triliun.
Seiring dengan mulai pulihnya perekonomian Banten, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Banten mengalami perbaikan, sebagaimana ditandai dengan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka menjadi sebesar 8,53%. Hal ini didorong oleh peningkatan jumlah angkatan kerja disertai dengan menurunnya jumlah pengangguran dibandingkan posisi sebelumnya. Demikian pula dengan tingkat kemiskinan yang kembali melanjutkan tren penurunan menjadi 6,16% dari 6,50% pada periode sebelumnya. Namun penurunan angka kemiskinan masih belum dapat mengurangi tingkat ketimpangan di Banten yang tetap sebesar 0,363.
Melihat dinamika perekonomian sampai sejauh ini, pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 sejalan dengan progress vaksinasi yang akan mendorong Konsumsi Rumah Tangga, Investasi, baik swasta maupun Pemerintah, dan kinerja ekspor baik antar daerah maupun luar negeri. Pertumbuhan ekonomi Banten tahun 2021 diprakirakan akan berada pada kisaran 4,8% – 5,6%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten tersebut akan tampak juga pada peningkatan tekanan inflasi pada tahun 2022, maka inflasi Provinsi Banten 2022 diperkirakan akan berada pada bias atas batas atas target pemerintah yaitu di kisaran 3,0±1%
[1] Abdul Aziz Said, https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/6336d5f7f0f49/bank-dunia-revisi-garis-kemiskinan-orang-miskin-ri-bertambah-13-juta diakses, 17 Oktober 2022
[2] https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/lpp/Pages/Laporan-Perekonomian-Provinsi-Banten-Agustus-2022.aspx diakses tanggal 17 Oktober 2022